Tragedi Kerusuhan Sepak Bola Paling Tragis Sepanjang Sejarah

Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang menjadi perhatian pecinta sepak bola, tak hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Kerusuhan ini seolah menjadi puncak klimaks dari segala permasalahan yang menyelimuti sepak bola nasional, mulai dari kasus pengaturan skor, gaji pemain yang tak dibayar, hingga kerusuhan suporter yang dari dulu sampai sekarang selalu saja terjadi.

Tak hanya mencoreng sepak bola Indonesia, tragedi ini juga mencoreng dunia sepak bola Internasional. Dengan banyaknya jumlah korban, Tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu kerusuhan suporter paling tragis dalam sejarah sepak bola dunia.

Lalu apa saja peristiwa kerusuhan sepak bola paling tragis selain Tragedi Kanjuruhan? Berikut selengkapnya dari situs livescore:

Tragedi Heysel (1985)

Tragedi Heysel terjadi pada Final Piala Champions tahun 1985 antara Liverpool melawan Juventus. Tragedi itu menelan banyak korban jiwa di mana ada 39 suporter Juventus yang tewas dan 600 lainnya terluka.

Dilansir dari Bola.com, sebelum pertandingan dimulai fans Liverpool sudah melempari suporter Juventus. Akibatnya penggemar Juventus melarikan diri sementara yang lain berlindung di dinding beton.

Apesnya dinding beton itu runtuh dan menimpa penggemar klub tersebut. Tragedi itu menyebabkan semua klub Inggris bermain di kompetisi Eropa selama lima tahun.

Tragedi Hillsborough (1989)

Tragedi Hillsborough terjadi pada pertandingan Semifinal Piala FA yang mempertemukan Liverpool dengan Nottongham Forest. Pada saat itu, tercatat 96 suporter Liverpool tewas di Stadion Hillsborough.

Peristiwa itu terjadi saat beberapa suporter Liverpool mulai berjalan menuju tribun Leppings Lane. Dalam upaya mengendalikan kerumunan berlebihan, Kepala Inspektur David Duckenfield memerintahkan gerbang keluar C untuk dibuka.

Keputusan ini justru menyebabkan kerumunan di Tribun Lane sehingga menewaskan banyak suporter di sana. Massa yang saling berdesakan dalam jumlah besar panik. Ini membuat mereka saling injak sehingga banyak dari mereka yang jadi korban.

 

Tragedi Johannesburg (2001)

Pada 11 April 2001, sebuah laga sepak bola di Afrika Selatan yang mempertemukan klub Chiefs melawan Orlando Pirates berakhir mengenaskan. Sebanyak 42 orang tewas dalam kejadian tersebut.

Dalam peristiwa itu, terjadi kerusuhan di dalam stadion sehingga suporter melarikan diri ke luar. Padahal di luar masih terdapat kerumunan suporter lain yang belum bisa masuk ke dalam. Efeknya, petugas keamanan kewalahan dan membuat suasana menjadi lebih kacau. Massa tak terkendali bertumbangan tanpa bisa dihindari.

 

Bencana Sepak Bola di Peru (1964)

Tragedi kerusuhan sepak bola yang terjadi di Estadio Nacional Lima, Peru (1964) merupakan tragedi sepak bola terparah dalam sejarah sepak bola. Pada peristiwa itu, sebanyak 328 orang jadi korban, sementara 500 lainnya terluka.

Dilansir dari Liputan6.com, tragedi itu terjadi pada menit-menit terkahir pertandingan antara timnas Peru melawan Argentina. Pada saat laga tersisa enam menit, wasit menganulir gol timnas Peru yang saat itu tertinggal 0-1. Keputusan wasit membuat marah penggemar tuan rumah. Mereka mengamuk hingga terjun ke dalam lapangan.

Menyikapi hal itu, polisi Peru menembakkan gas air mata ke tribun utara Stadion demi menghalau suporter agar tak turun ke lapangan. Tanpa diduga, langkah polisi itu justru menyebabkan kepanikan suporter yang saling berhamburan untuk menghindari gas.

Ribuan suporter itu saling berebutan menuju satu-satunya akses pintu keluar yang masih dalam keadaan terkunci. Karena terdesak oleh ribuan orang, pintu itu bobol. Suporter yang berada di ambang pintu jatuh dan terinjak-injak oleh ribuan orang di belakang yang tak peduli kondisi orang-orang di depan mereka.

 

Tragedi Kanjuruhan (2022)

Tragedi yang terjadi di Peru pada tahun 1964 seolah terjadi lagi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada 1 Oktober 2022 dalam pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan Persebaya. Suporter Arema yang tidak terima atas kekalahan itu langsung merangsek masuk stadion untuk menyerang pemain dan ofisial Arema. Guna mencegah hal itu, polisi menembakkan gas air mata. Kondisi ini justru menjadi semakin kacau.

Para suporter yang panik, termasuk wanita dan anak-anak, berdesakan mencoba keluar dari Stadion Kanjuruhan. Akibatnya fatal, banyak dari mereka yang pingsan dan sulit bernapas. Salah seorang suporter yang selamat, Rezqi Wahyu, menceritakan keadaan mencekam itu melalui Twitter-nya.

“Kondisi di luar stadion Kanjuruhan sudah sangat mencekam. Banyak suporter yang lemas, bergelimpangan, teriakan dan tangisan wanita, suporter yang berlumuran darah, mobil hancur, kata-kata makian dan amarah. Batu batako dan bambu berterbangan,” tulis Rezqi.

 

Leave a Comment